health and beauty

Anxiety Menjelang ‘Hari Besar’

September 07, 2017


Tidak dipungkiri, aku adalah seorang over-thinker. Apa-apa dipikirin, yang belum kejadian pun dipikirin. Bahasa kerennya diantisipasi. Gimana ya kalau besok begini padahal udah rencana begini? Gimana kalau ntar begini padahal begitu?



Seperti yang sudah diduga, lama-kelamaan kebiasaan banyak mikir itu menjadi sindrom tak terkendali. Apa yang terjadi? Aku jadi uneasy setiap kali akan menghadapi sesuatu yang ‘besar’. Mulai dari wawancara kerja sampai even hal yang biasa saja seperti mau travelling esok hari. Gejala paling umum adalah jantung berdebar dan susah tidur. Tingkatan paling berat yaitu terjaga nyaris semalaman, mata segar bugar kelop-kelop nggak ada ngantuk sama sekali. Yang lebih ringan, bisa tidur tapi dengan jumlah jam yang teramat minim atau bangun jauh lebih awal dari waktu yang dijadwalkan (padahal waktu yang dijadwalkan itu sudah diperhitungkan se-‘aman’ mungkin). Bukan sekali dua kali, besok mau bepergian dan aku menjadwalkan diri untuk bangun pukul 5, tapi pukul 2-3 sudah melek dengan suksesnya. Dipaksa tidur lagi malah tambah klisikan. Duh.

Sindrom over-anticipated ini nggak lain hasil bentukan dan pembiasaan sejak kecil, yaitu sebisa mungkin selalu well-prepared, lebih-lebih prepared for the worst. Niatnya sih bagus, biar aku nggak panikan menghadapi situasi tak terduga. Nggak disangka, itu juga berdampak kurang baik bagi diriku sang worrywart pig ini. Yang ada aku jadi mikir yang enggak-enggak. Kemungkinan-kemungkinan yang semestinya tak terduga itu udah diduga-duga duluan, skenarionya udah tersusun duluan di otak. Untungnya sejauh ini si sindrom nggak pernah mengganggu secara langsung ‘hari besar’ yang akan dijalani. Tapi tetep aja, kebiasaan begini nggak bagus kan? Celakanya, kebiasaan mikir berlebihan begitu bisa membawa diri semakin dekat kepada anxiety disorder. Ngeri kan?

Untungnya makin ke sini over-anticipated-ku makin berkurang tingkat keparahannya. Meski aku masih selalu blingsatan menjelang sesuatu yang besar, aku udah jarang terjaga semalaman karenanya. Walau nggak nyenyak, aku masih bisa dapat cukup istirahat. Mengalihkan kecemasan menjadi energi positif adalah kunci untuk menangkal pikiran negatif dari antisipasi berlebihan. Ini beberapa hal yang kulakukan untuk menurunkan tingkat keparahan sindrom over-anticipated dan kecemasan yang kuderita. 


1. Being well-prepared, mau nggak mau! 
Kalau mau menghindari hal-hal tak terduga yang tak diinginkan, mau nggak mau kita memang harus well-prepared. Untuk urusan ini, tergantung keperluannya, mempersiapkan sesuatu bisa dengan sistem mencicil dari jauh hari atau dalam beberapa kasus pribadiku, memanfaatkan ledakan mood sehingga preparasi bisa maksimal. Belajar buat ujian nggak mungkin sekali jadi kan? Mesti dicicil sepanjang semester kalau perlu. Nah, sebaliknya untuk urusan packing menjelang travelling, aku merasa semalam sebelumnya adalah saat paling tepat untuk beberes. Mood packing ada di puncak dan aku bisa lebih saksama memilah dan menata supaya nggak ada yang ketinggalan. Kalau packing dicicil jauh hari (kecuali packing untuk acara yang bener-bener besar macam ke luar negeri atau umrah/haji), takutnya malah ada yang kelupaan karena ada barang yang keluar masuk koper. Bikin to-do atau to-carry list, menyiapkan cadangan ‘amunisi’ (entah amunisi baju, uang, cemilan, atau bahkan amunisi referensi untuk sidang tugas akhir), dan mempelajari situasi dengan baik penting diterapkan dalam ‘hari besar’ apapun.

2. Curhat dan cerita, ngobrol apa aja.
Ini berguna banget untuk menumpahkan kecemasan menjelang hari yang diantisipasi. Tapi kenyataannya seringkali aku justru nggak ngomongin hal yang akan kuhadapi. Yang diobrolin justru hal-hal lain sehingga perhatian teralihkan dari kecemasan-kecemasan itu. Kalau aku tegang, Mas Radif suka ngajakin ketawa-ketawa. Oh, pernah sekali aku dibikin jengkel pas mau tes microteaching dan tes hari itu terlewati dengan lancar. Setelahnya dia berkata,“Besok-besok kalau mau tes tak bikin anyel lagi, ah. Kamu kan jadi pinter kalau lagi marah.” 😅

3. Mengalihkan perhatian.
Mendengarkan musik atau makan minum sesuatu yang ringan bisa jadi pilihan untuk mengalihkan perhatian. Lagu-lagu yang motivational jadi pilihanku untuk menurunkan kecemasan sekaligus menyuplai energi untuk menghadapi tantangan. Pagi hari sebelum berangkat wawancara kerja misalnya, Pacific Rim’s Theme Song, I Believe (Christina Perri), lagu-lagu upbeat soundtrack Naruto dan Kuroko no Basket adalah makanan wajib di sela bersiap.
Menyibukkan diri dengan kegiatan fisik juga sarana ampuh meminimalisasi kecemasan. Menjelang hari pernikahan, aku nggak tegang SAMA SEKALI. Gimana enggak, calon manten putri, yang awamnya dimanja dengan lulur dan spa, disuruh emaknya ngebabu ngepel rumah Eyang (yang lebarnya subhanallah walhamdulillah wallahu akbar) dan bebersih kamar manten (iye, kamar manten gue sendiri 😑) dan itu H-1 AKAD NIKAH! (Waktu aku protes, Mamah dengan kejamnya menjawab,“Itung-itung olahraga, biar kurus pas hari H” yang mana nggak terjadi.) Temen-temen yang udah pada nikah duluan pada cerita, semalem sebelum akad mereka pada nggak bisa tidur. Di sini mau tegang udah capek duluan. Besok akad, malam ini aku nglepus. Efeknya enak sih, besoknya seger jiwa raga. See, Mother knows best 💖

4. Berdoa
Masih perlu penjelasan kah? Allah sebaik-baik pelindung dan pembuat sekaligus penyukses rencana. Ikhlas, hati tenang, tidur nyenyak, insya Allah semua beres 😇 


Do you have any other tips? Please do share 😊 


*in response to today's prompt on The Daily Post: anticipate
*image taken from Pinterest

Popular Posts